Jika bicara soal sejarah musik rock, yang terpancang dalam ingatan kita pada umumnya adalah musik-musik yang diusung oleh The Beatles, Rolling Stones, dan Jimi Hendrix, lantaran mereka dianggap kanon dalam perjalanan panjang musik rock.
Sementara untuk genre yang lebih ke depannya lagi ingatan kita pasti melayang pada keemasan grup yang sudah masuk kategori classic rock  macam Led Zeppelin, Deep Purple, Iron Maiden sampai Guns N’ Roses dan Metallica.

Padahal jauh sebelum mereka terbentuk, ada masa ketika genre musik rock sudah berjalan terlebih dahulu. Uniknya, di masa itu Indonesia pernah bukan sekadar sebagai saksi saja, melainkan juga sebagai pelaku sejarah. Ya, Indonesia punya peran penting di dalamnya yang justru seperti dilupakan dalam sejarah musik dunia dengan mengenalkan genre yang dinamai Indorock. Genre tersebut lumayan beken pada era 1950-an di Belanda. Genre ini dimainkan oleh para musikus Indonesia yang tinggal di sana, umumnya anak-anak diplomat yang hobi bermusik.


Seperti hasil-hasil budaya anak negeri lainnya, tak satu pun berita soal ini dipromosikan oleh Indonesia sendiri. Barangkali seperti yang sudah-sudah, lagi-lagi nanti kita baru “mengakui” Indorock dan bakal “kebakaran jenggot” jika pada suatu saat ada negara lain me ngakui Indorock sebagai kreasinya. Adanya Indorock menjadikan Indonesia punya andil dalam perkembangan budaya pop dalam skala internasional, khususnya musik rock.

Seperti yang sudah disebutkan di awal tulisan, genre Indorock seperti dilupakan dalam sejarah lantaran musik mereka dianggap kurang menjual dan tidak masuk dalam kacamata industri musik Amerika yang menjadi barometer musik internasional. Publik rock dunia pun sendiri akhirnya lebih mengenal The Beatles, Rolling Stones, dan Jimi Hendrix atau Chuck Berry dan Elvis Presley sebagai blue print musik rock, khususnya rock n’ roll.


Genre Indorock dipelopori oleh sebuah band asal Maluku bernama The Tielman Brothers pada tahun 1945. Memulai karier di Surabaya dengan beranggotakan empat bersaudara keluarga Tielman, yaitu Andy (vokal, gitar), Reggie (ritem gitar, vokal), Phonton (bas, vokal) dan Loulou (dram, vocal). Band ini semula bernama The Timor Rhytm Brothers lalu berubah menjadi The Four Tielman Brothers. Perjalanan karier keempat anak muda ini terbilang mulus, sebab kedua orangtua nya, Herman Tielman dan Flora Lorine Hess, tak cuma mendukung, tetapi ikut bermain dan menjadi manajer.

Pada tahun 1956 The Tielman Brothers hijrah ke Breda, Belanda dan memulai karier rekaman di Negeri Kincir Angin itu. Dari sanalah pada akhirnya The Tielman Brothers mulai dikenal dan memberi pe ngaruh di blantika musik rock pada saat itu. Penampilan mereka juga memukau publik, khususnya di Belanda dan daratan Eropa. Bisa dibilang merekalah yang pertama kali memulai atraksi panggung yang liar dan atraktif, seperti bermain gitar sambil melompat atau berguling-gulingan.


Kepindahan mereka ke negeri Belanda dengan membawa budaya tropis dan kecintaan pada gitar ini ternyata melahirkan genre yang kemudian dinamai “Indorock”. Ciri kuat Indorock adalah dominasi gitar, instrumen yang dikenalkan orang-orang Portugis saat datang ke Hindia-Belanda sekitar abad ke-14. Permainan gitar ala Portugis yang akhirnya dikenal sebagai musik keroncong ini dipadukan oleh anak-anak Maluku itu dengan musik Hawaii, country, dan rock n’ roll yang mereka dengar dari radio-radio Amerika Serikat yang dipancarluaskan dari negara Filipina atau Australia.

Jika mereka sudah memainkan musik yang menjadi cikal bakal rock n’ roll yang sejatinya merupakan akulturasi budaya Barat dan Timur bukti, apa saja yang mem buat mereka layak disebut pionir? Faktanya jauh sebelum publik rock terpesona dan berdecak kagum de ngan permainan gitaris Jimi Hendrix pada tahun 1967, salah satu personil The Tielman Brothers, Andy Tielman, sang frontman, telah memulai teknik tersebut pada tahun 1956 atau 11 tahun sebelum Jimi Hendrix bereksperimen de ngan gitarnya. Gaya Andy dan teknik gitarnya sangat memukau, misalnya memetik gitar yang dipetik dengan menggunakan gigi dan kaki, jauh sebelum Jimi Hendrix kondang.


Selain itu pemain bas The Beatles, Paul McCartney, ternyata diam-diam mengagumi band ini dan mengaku terinspirasi The Tielman Brothers sebelum The Beatles terkenal pada awal 1960-an. Saat The Beatles manggung pertama kali di Jerman, grup band asal Inggris ini sempat melihat penampilan The Tielmans Brothers. Saat itulah untuk yang pertama kalinya Paul melihat bas Violin Hofner yang dimainkan grup The Tielmans. Andy Tielman sang gitaris kala itu menggunakan Fender Jazz Master khusus 10 senar. Produsen gitar merek Fender sengaja mengirim perwakil annya ke Jerman saat itu untuk merancang gitar khusus buat Andy Tielman.

Suksesnya The Tielman Brothers akhirnya menginspirasi band-band sejenis macam The Room Rockers yang berdiri pada tahun 1957 dan pada tahun 1959 menjadi The Hurricane Rollers. Ada juga The Hot Jumpers (1958), The Bell Boys yang berubah menjadi The Black Dynamites, The Rhythm Stars, dan banyak lagi. Dari data yang didapat dari situs Wikipedia, tercatat ada 42 band yang memainkan genre ini.

Di kota-kota lain macam di Amsterdam, Groningen, Zaandam, dan Maastricht, band-band Indorock tumbuh dengan ciri khas memadukan musik rock n’ roll, Hawai, dan country selain memainkan komposisi instrumental yang sudah terkenal saat itu. Misalnya lagu instrumentalia “Meet Mr. Callaghan”. Lagu ini semula dipopulerkan oleh Les Paul & Mary Ford yang dijadikan musik latar program acara di radio Sonora. Ciri khas lain band-band Indorock selalu tampil dengan tiga pemain gitar dan memainkan rif-rif gitar Les Paul yang menjadi acuan mereka.
Melawan Lupa

Jika Indonesia terbukti punya andil dalam sejarah musik rock dunia, apa yang bisa dilakukan untuk melestarikan bahkan dalam wacana besar memperkenalkan jenis musik ini kembali sebagai warisan “harta karun” budaya? Seperti kata sastrawan Milan Kundera, yaitu bangkit “melawan lupa” pada tahun 2009 terbentuk band The Time Travellers di Jakarta yang memainkan Indorock. Band ini terdiri dari Rio Dalimonthee (mantan personel The Time Breakers yang merupakan pecah an dari The Tielman Brothers), Awan Garnida, Adly, Yossy Cakramega, Agus Budhi Prasetyo, Franki Indrasmoro (Pepeng NAIF), dan Wildan A. Rahman. Pada 2011 mereka sedang berancang-ancang untuk menjadi “Neo Indorock” de ngan memainkan repertoar Indorock yang terbukti dilupakan dalam sejarah itu.

Hadirnya The Time Travellers menjadi bukti bahwa di tengah karut marutnya kondisi bangsa Indonesia yang sulit lepas dari budaya “lupa” dan terpuruk menjadi “sarang” koruptor ini, kita masih pantas salut bahwa negeri kita menyimpan kekayaan budaya yang bisa dibanggakan. Mungkin masih terlampau dini angan-angan untuk kembali membawa Indorock ke industri pasar musik Indonesia bergaung keras lembali seperti di masa jayanya. Namun bukan tak mungkin dalam wacana besar cita-cita tersebut akan tercapai dengan bibitnya yang sedang tersemai mulai dari sekarang, karena pada dasarnya seperti ungkapan sejarawan Lewis W. Spitz dalam God and Culture, sejarah memerlukan penglihatan ke depan seperti juga akan pandangan masa silam. Sejarah adalah hikmat ke masa depan. Sejarah adalah sekarang. Semoga!

sumber : hiburan.kompasiana.com